10 Budaya Unik Yang Hanya Ada di Indonesia

budaya indonesia Indonesia dikenal dengan sumber daya alam yang sangat kaya raya, selain itu ternyata negara tercinta ini kaya akan bahasa daerah lho, terbukti bahwa terdapat 564 bahasa daerah di Indonesia. Bahkan menurut Wikipedia, hasil sensus BPS tahun 2010 terdapat 1.340 suku bangsa Indonesia. Sudah terbayang berapa ratus budaya disini?
Uniknya, kementrian luar negeri mengumpulkan 70 pemuda yang akan di kirim ke Indonesia untuk mempelajari budaya Indonesia. Warga Indonesia patut bangga lho. Berhubung dengan budaya, mari kita ringkas beberapa budaya yang unik di tanah air kita.

10 Budaya Unik di Indonesia :

1. Ritual Tiwah

ritual tiwah
ritual tiwah
Budaya unik yang pertama disebut Ritual Tiwah, sejenis upacara mengantarkan tulang belulang orang yang sudah meninggal ke tempat peristirahatan terakhirnya yaitu sandung, dengan harapan orang yang ditiwahkan mencapai syurga. Ritual ini dilakukan oleh suku Dayak Kalimantan Tengah, khususnya yang menganut kepercayaan Kaharingan atau Hindu Kaharingan.
Tradisinya, orang yang meninggal dikuburkan sementara sampai tiwah diselenggarakan, barulah mayat tersebut dibongkar kembali dan dibakar hingga benar-benar hanya sisa tulang belulang saja. Acara lain pun diadakan ditengah ritual tiwah seperti acara menari, nyanyian khas suku dayak, sembelih hewan kurban hingga memasang lagu, tidak jarang lagu dangdut didengar guna menghilangkan rasa kantuk. Bagi masyarakat dayak, ritual tiwah dianggap ritual sakral namun seiring dengan waktu tradisi tiwah mengalami pergeseran zaman, dikarenakan keluarga korban tidak mampu mengadakan ritual tiwah, faktor lainnya diperkirakan sebagian besar suku dayak berpindah agama.

2. Kebo-Keboan

kebo-keboan
kebo-keboan
Budaya unik berikutnya akan kamu temui di daerah Banyuwangi khususnya Desa Alasmalang dan Aliyan. Ritual ini diperkirakan sudah ada sejak abad ke-18, dan biasanya diselenggarakan pada tanggal 1-10 bulan syura. Tujuannya untuk meminta hujan turun ditengah musim kemarau.
Upacara ini biasanya diadakan pada hari minggu. Sesuai namanya, ritual ini biasanya mendandani orang menjadi seekor kebo. Mayoritas yang ikut serta pasti laki-laki, tapi bukan berarti wanita hanya duduk diam, biasanya para wanita memiliki tugas untuk mempersiapkan makanan dan sesajennya berupa tumpeng, peras, air kendi, kinang, ingkung ayam, aneka jenang, bungkil, cangkul, pisang, beras, pitung tawar, kepala, dan bibit tanaman padi. Hal ini dipercaya untuk menyelamatkan beberapa ruas jalan di dusun krajan.
Diiringi dengan musik tradisional, kebo-keboan itu mulai membajak sawah berlaga seperti kerbau asli, dan bisa saja menyeruduk para penonton, tidak jarang kebo-keboan ini kesurupan dan menjadi liar. Hati-hati ya nontonnya jangan dekat-dekat.

3. Mapasilaga Tedong

Mapasilaga Tedong
Mapasilaga Tedong
Indonesia ga kalah gaulnya ma Negara Spanyol ya, bedanya di Spanyol menggunakan Matador. Lain halnya dengan di Indonesia, budaya yang dikenal dengan sebutan Mapasilaga Tedong adalah budaya adu banteng. Adu sesama banteng ya bukan manusia. Tradisi ini dibawa secara turun temurun yang dilakukan di Tana Toraja. Tradisi ini diadakan hanya untuk menghormati para leluhur saja, kerbau yang diadu pun tidak sembarangan, masyarakat tersebut membeli kerbau albino untuk bertempur. Cukup mahal lho untuk kerbau jenis ini.
Uniknya, sebelum bertempur biasanya kerbau-kerbau ini akan diberi arak oleh tim pengusung gong. Aturan mainannya, kerbau yang lari meninggalkan lapangan atau yang sering jatuh akan dianggap kalah. Setelah itu, memasuki prosesi pemotongan kepala kerbau yang hanya mengayunkan satu tebasan saja. Lebih cocok bagi para Samurai ya.

4. Pasola

Pasola
Pasola
Pasola artinya lembing kayu yang digunakan untuk melempar, “pa” dari pasola adalah kalimat imbuhan. Pasola berarti melemparkan lembing kayu sambil memacu seekor kuda. Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat Sumba, NTT. biasanya diadakan sekali setiap tahun tepatnya di bulan Februari.
Pasola seperti sebuah permainan perang-perangan, silsilahnya sebagai wujud kesedihan seseorang yang telah kehilangan istrinya.
Prosesi upacara diawali dengan adat nyale, berupa syukuran dengan datangnya musim panen dan kedatangan banyak cacing dipinggir pantai. Cacingnya pun dijadikan sebuah pertanda, bila cacing itu gemuk warna-warni maka akan mendapat kebaikan, dan sebaliknya maka akan dapat malapetaka. Dengan datangnya cacing-cacing tersebut, proses pasola akan dimulai. Beberapa orang bak ksatria akan turut berpartisipasi memeriahkan tradisi ini bersama kuda-kudanya, tombak yang digunakan berbentuk tumpul, walau begitu tidak jarang upacara ini memakan korban jiwa, namun dipercayai darah korban berkhasiat menyuburkan tanah. Kalau difikir-fikir, mirip tradisi Romawi yang diadakan di Colloseum ya.
Baca juga : 7 Keajaiban Dunia yang Bikin Kamu Terkesima

5. Dugderan

Dugderan
Dugderan
Dugderan adalah tradisi budaya khas Semarang yang telah diadakan sejak tahun 1881, dimana dugderan adalah salah satu cara mencurahkan rasa rindu mereka pada bulan Ramadhan atau bulan seribu berkah. Biasanya tradisi ini diselenggarakan 1-2 minggu sebelum bulan Ramadhan. Tradisi ini biasanya diawali dengan adanya pasar rakyat. Maka akan dilanjut dengan acara dugderan yang diawali oleh acara karnaval yang terdiri dari pasukan Merah-Putih, barisan para pelajar, barisan putri bunga, aneka mobil khias, pasukan berkuda, kerta kencana, Drump Band, sampai replika hewan atau kesenian khas Semarang.

6. Tabuik

Tabuik
Tabuik
Budaya unik yang satu ini diselenggarakan oleh masyarakat Minangkabau, Sumatera Barat. Bertujuan untuk memperingati Asyura, gugurnya Imam Husain seorang cucu dari Nabi Muhammad SAW. Biasa kita kenang di tanggal 10 Muharram pada kalender tahunan. Kata Tabuik diambil dari bahasa Arab dengan kata “tabut” artinya peti kayu. Berdasarkan legenda, terjadi kemunculan mahkluk berwujud kuda seperti vegasus namun kepalanya berbentuk kepala manusia. Ritual ini sudah ada sejak tahun 1826 – 1828, namun masih bernuansa adat India, dan pada tahun 1910 terjadi kesepakatan untuk mencampur adat Tabuik dengan adat istiadat Minangkabau sampai akhirnya seperti sekarang.
Festival ini dianggap membawa berkah, dibuatnya tabuik raksasa dimana bagian-bagian dari patung tersebut memiliki arti. Bagian bawah tabuik dianggap perwujudan urak, burak dan peti melambangkan burak yang menjemput jenazah Hussein bin Ali, hingga tabuhan gendang pun disimbolikan untuk mengenang peristiwa yang menyebabkan Hussein bin Ali tewas.

7. Makepung

Makepung
Makepung
Makepung mengandung arti Balapan Kerbau, tradisi ini dilakukan masyarat Bali hanya untuk hiburan saja, menurut masyarakat Bali binatang kerbau adalah binatang yang suci. Awalnya tradisi ini dilakukan hanya untuk membajak sawah saja. Namun seiring dengan waktu, tradisi ini banyak diminati bahkan menjadi salah satu tradisi yang banyak menarik wisatawan asing, hingga dianggap tradisi tahunan di Bali.
Tradisi ini dimulai pada tahun 1970-an, namun telah mengalami perubahan dari segi aturan dan kelengkapannya juga, misal jika dulu kerbaunya menggunakan satu, sekarang bisa menggunakan 3 kerbau, dulu jokinya berbadan besar, sekarang harus lebih kecil. Tidak sering kerbau-kerbau yang akan dilombakan dikhias menjadi lebih cantik dan enak dipandang. Aturan mainnya, panjang arena racenya berukuran 1-2 km, pemenangpun tidak melihat yang pertama ke garis finish, melainkan joki yang dapat mengayunkan arahnya lurus dan tegap (tidak sempoyongan). Aturan yg lainnya pun, bila orang pertama dan kedua yang mencapai garis finis kurang dari 10 meter, dianggap orang kedua yang menjadi pemenang. Aneh memang, tapi memang tradisinya seperti itu.

8. Debus

debus
debus
Nah, siapa yang tidak tau atraksi debus? Debus merupakan salah satu seni bela diri berasal dari Banten, aksi bela diri ini dipercaya sudah ada sejak abad ke 16, namun pada saat itu Debus adalah sebuah kesenian dari hasil kombinasi suara dan seni tari. Atraksi ini mulai berkembang pada abad ke-18. Acara permainannya pun sangat beragam, mulai menusuk perut dengan benda tajam, mengiris badan dengan pisau, menusuk lidah, membakar diri dengan api, dan lain-lain. Debus identik dengan ilmu kekebalan, tidak aneh, bila seni bela diri ini bikin jantung berdekup kencang, bukan karena faktor grogi namun atraksi yang dipertontonkan sangat-sangat menyeramkan. Bila kamu ingin belajar debus, fikir panjang dulu deh. Pasalnya, jika kamu ingin belajar seni bela diri ini, jika lengah sedikit kamu harus mempertaruhkan nyawa. Acungkan jempol yu untuk orang-orang yang menjaga tradisi debus.

9. Karapan Sapi

Karapan Sapi
Karapan Sapi
Karapan Sapi adalah budaya yang telah menjadi tradisi untuk menaikan status sosial seseorang. Terlebih kota Madura memiliki tanah yang kering membuat masyarakat berpindah profesi dari pertani menjadi seorang nelayan. Ngomong-ngomong tentang profesi nelayan, masyarakat Madura memanfaatkan penghasilan dari air laut hingga dapat memproduksi garam berkualitas, membuat kota Madura dikenal dengan penghasilan garam terbesar di Indonesia.
Kembali kepada budaya masyarakat Madura, hampir mirip dengan Makepung, bedanya trek racenya hanya 100 meter, aturan mainnya pun tidak seperti Makepung. Disini siapa yang cepat di garis final, itulah yang menang. Kamu bisa liat pertunjukan ini setiap bulan Agustus atau september setiap tahunnya di Kota Karesidenan.

10. Kasada

Kasada
Kasada
Kasada adalah ritual yang dilakukan oleh masyarakat Bromo, yang berlangsung di hari ke- 14 pada bulan Kasada. Upacara ini berbentuk penyembahan sesajen kepada Sang Hyang Widhi sebagai bentuk syukur untuk kesehatan dan hasil panen yang melimpah.
Sejarahnya, konon katanya ada pasangan yang tidak dikarunia anak, hingga suatu saat mereka semedi atau meditasi dan bertapa pada Sang Hyang Widhi, seketika itu terdengar suara gaib mengatakan akan mengabulkan permintaan mereka dengan syarat anak bungsu harus dikorbankan ke kawah Gunung Bromo.
Namun apa mau dikata, setelah pasangan tersebut dikaruniai 25 anak. Naruni orang tua, tidak tega mengorbankan anak-anaknya walaupun hanya anak bungsu. Kemudian Sang Hyang Widhi murka sampai akhirnya malampetaka datang, ditengah kemurkaan Sang Hyang Widhi ada seruan dimana ia harus memberikan sesajen hari ke-14 untuk Sang Hyang Widhi di kawah Gunung Bromo.